Thursday 3 October 2013

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL




PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL



Disusun oleh:


      Triesya Maya Ade Putri



KATA PENGANTAR


Puji syukur Saya panjatkan kepada Allah S.W.T karena telah melimpahkan hidayahnya untuk kita semua, dan dengan itu pula Saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Selain itu Saya ucapkan terima kasih kepada Ibunda dan keluarga Saya  yang senantiasa memberikan motivasi, juga dukungan baik moriil maupun materiil, terima kasih pula kepada Dr. Awaluddin Tjalla selaku dosen mata kuliah “Pengantar Ilmu Pendidikan” yang dengan sabarnya menuntun dan menutupi bagian-bagian yang rancu didalam makalah ini, dan tak lupa pula kepada teman-teman yang setia membantu dengan memberikan ide, kritikan serta sarannya yang membangun guna memperkaya makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan atau kesalahan-kesalahan dibeberapa bagian maka, dengan untuk itu Saya memerlukan kritik serta saran dari pembaca guna memperkaya makalah ini.
Akhirnya Saya sebagai penulis makalah “Pendidikan Karakter Dalam Konteks Pendidikan Nasional” mengucapkan terima kasih, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.



Jakarta, Oktober 2013


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, dengan berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa kita dewasa ini makin mendorong semangat dan upaya pemerintah untuk memprioritaskan pendidikan karakter sebagai dasar pembangunan pendidikan. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di mana Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional.
Balitbang Kemendiknas telah menyusun grand design pendidikan karakter (2010), dimana dijelaskan bahwa secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Setelah melakukan penelitian yang panjang, Balitbang Kemendiknas (2010:7) telah menetapkan nilai-nilai yang  dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut yaitu agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Dan seperti yang kita ketahui pendidikan karakter, yang kita bicarakan sesungguhnya adalah sebuah proses penanaman nilai yang sering kali dipahami secara sempit, hanya terbatas pada ruang kelas, dan sering kali pendekatan ini tidak didasari prinsip pedagogi pendidikan yang kokoh.

Sehingga apakah pedidikan karakter tersebut memiliki peran serta yang tepat pada pendidikan nasional? Akan kita bahas pada bab selanjutnya yakni pembahasan.

1.2       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas,maka secara umum rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1.   Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter?
2.   Apa sajakah sembilan pilar pendidikan karakter?
3.   Mengapa pendidikan karakter itu penting?
4.   Bagaimana andil pendidikan karakter didalam kurikulum 2013?

1.3      Tujuan
Tujuan dalam pembahasan makalah ini, yang berjudul “Pendidikan Karakter Dalam Konteks Pendidikan Nasional” berdasarkan rumusan masalah di atas, adalah untuk membahas hal-hal yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan antara lain :
1.    Untuk mengetahui pengertian Pendidikan Karakter dan Pendidikan Nasional
2.    Untuk mengetahui ruang lingkup Pendidikan Karakter
3.    Untuk mengetahui  pentingnya Pendidikan Karakter
4.      Untuk mengetahui  perkembangan Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Nasional

BAB II
PEMBAHASAN

Pendidikan karakter bukan merupakan hal yang baru sekarang.penanamannilai-nilai sebagai sebuah karakteristik seseorang sudah berlangsung sejak dahulu kala. Akan tetapi, seiring dengan perubahan zaman, agaknya menuntut adanya penanaman kembali nilai-nilai tersebut ke dalam sebuah wadah kegiatan pendidikan di setiap pengajaran.
Penanaman nilai-nilai tersebut dimasukkan (embeded) ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran dengan maksud agar dapat tercapai sebuah karakter yang selama ini semakin memudar. Setiap mata palajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan ditanamkan dalam diri anak didik. Hal ini disebabkan oleh adanya keutamaan fokus dari tiap mapel yang tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.

            Alih-alih pendidikan karakter ini akan masuk kedalam kurikulum 2013 yang sudah mulai diterapkan, hal ini menuai pro dan kontra. Pendidikan karakter hanya akan menjadi sekadar wacana jika tidak dipahami secara lebih utuh dan menyeluruh dalam konteks pendidikan nasional kita. Bahkan, pendidikan karakter yang dipahami secara parsial dan tidak tepat sasaran justru malah bersifat kontraproduktif bagi pembentukan karakter anak didik.
Pendekatan parsial yang tidak didasari pendekatan pedagogi yang kokoh alih-alih menanamkan nilai-nilai keutamaan dalam diri anak, malah menjerumuskan mereka pada perilaku kurang bermoral. Selama ini, jika kita berbicara tentang pendidikan karakter, yang kita bicarakan sesungguhnya adalah sebuah proses penanaman nilai yang sering kali dipahami secara sempit, hanya terbatas pada ruang kelas, dan sering kali pendekatan ini tidak didasari prinsip pedagogi pendidikan yang kokoh.
Sebagai contoh, untuk menanamkan nilai kejujuran, banyak sekolah beramai- ramai membuat kantin kejujuran. Di sini, anak diajak untuk jujur dalam membeli dan membayar barang yang dibeli tanpa ada yang mengontrolnya.
Dengan praksis ini diharapkan anak-anak kita akan menghayati nilai kejujuran dalam hidup mereka. Namun, sayang, gagasan yang tampaknya relevan dalam mengembangkan nilai kejujuran ini mengabaikan prinsip dasar pedagogi pendidikan berupa kedisiplinan sosial yang mampu mengarahkan dan membentuk pribadi anak didik.
Alih-alih mendidik anak menjadi jujur, di banyak tempat anak yang baik malah tergoda menjadi pencuri dan kantin kejujuran malah bangkrut. Ini terjadi karena kultur kejujuran yang ingin dibentuk tidak disertai dengan pembangunan perangkat sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan bersama. Tiap orang bisa tergoda menjadi pencuri jika ada kesempatan.
            Nah, pendidikan karakter sebagai pendidikan dasar yang mampu mengarahkan dan membentuk peserta didik menjadi siswa-siswi yang baik tentulah memiliki karakteristik. Berikut adalah Sembilan pilar pendidikan karakter di Indonesia yakni:
1. Responsibility (tanggung jawab).
2. Respect (rasa hormat).
3. Fairness (keadilan).
4. Courage (keberanian).
5. Honesty (kejujuran).
6. Citizenship (kewarganegaraan).
7. Self-dicipline (disiplin diri).
8. Caring (peduli).
9. Perseverance (ketekunan).
Kemudian Pendidikan karakter jika ingin efektif dan utuh mesti menyertakan tiga basis desain dalam pemrogramannya. Tanpa tiga basis itu, program pendidikan karakter di sekolah hanya menjadi wacana semata.
Pertama, desain pendidikan karakter berbasis kelas. Desain ini berbasis pada relasi guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar di dalam kelas. Konteks pendidikan karakter adalah proses relasional komunitas kelas dalam konteks pembelajaran. Relasi guru-pembelajar bukan monolog, melainkan dialog dengan banyak arah sebab komunitas kelas terdiri dari guru dan siswa yang sama-sama berinteraksi dengan materi. Memberikan pemahaman dan pengertian akan keutamaan yang benar terjadi dalam konteks pengajaran ini, termasuk di dalamnya pula adalah ranah noninstruksional, seperti manajemen kelas, konsensus kelas, dan lain-lain, yang membantu terciptanya suasana belajar yang nyaman.
Kedua, desain pendidikan karakter berbasis kultur sekolah. Desain ini mencoba membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa.
Untuk menanamkan nilai kejujuran tidak cukup hanya dengan memberikan pesan-pesan moral kepada anak didik. Pesan moral ini mesti diperkuat dengan penciptaan kultur kejujuran melalui pembuatan tata peraturan sekolah yang tegas dan konsisten terhadap setiap perilaku ketidakjujuran.
Ketiga, desain pendidikan karakter berbasis komunitas. Dalam mendidik, komunitas sekolah tidak berjuang sendirian. Masyarakat di luar lembaga pendidikan, seperti keluarga, masyarakat umum, dan negara, juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengintegrasikan pembentukan karakter dalam konteks kehidupan mereka. Ketika lembaga negara lemah dalam penegakan hukum, ketika mereka yang bersalah tidak pernah mendapatkan sanksi yang setimpal, negara telah mendidik masyarakatnya untuk menjadi manusia yang tidak menghargai makna tatanan sosial bersama.
Pendidikan karakter hanya akan bisa efektif jika tiga desain pendidikan karakter ini dilaksanakan secara simultan dan sinergis. Tanpanya, pendidikan kita hanya akan bersifat parsial, inkonsisten, dan tidak efektif.
Itulah mengapa pendidikan karakter ini sebenarnya adalah langkah awal untuk Indonesia memproduksi bibit-bibit unggul pemuda yang tangguh dan mencintai negerinya. Pada kurikulum 2013 yang sudah berjalan, pemerintah memasukkan kegiatan Pramuka ke dalam kurikulum ekstra yang wajib diadakan di sekolah dalam rangka penguatan karakter siswa.

Menurut pembina kwarcab Pramuka Kota Malang Oetodjo Sardjito, Pramuka merupakan salah satu wahana pembentukan karakter siswa karena dalam Pramuka siswa dilatih akan kepemimpinan, kerja sama, solidaritas, mandiri, dan keberanian.

Hal ini sebagai penyeimbang kegiatan pembelajaran dalam kurikulum formal yang lebih berorientasi pada ranah kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (ketrampilan). "Kegiatan Pramuka ini akan mampu membangun kecerdasan siswa pada ranah afeksi (sikap dan perilaku), sehingga siswa akan mampu mengembangkan karakternya secara positif," tegas mantan Wakil Ketua DPRD Kota Malang tersebut.

Hanya saja, katanya, akhir-akhir ini Pramuka tidak lagi diminati oleh anak-anak muda, bahkan di sekolah pun peminatnya juga sangat minim, kecuali di SD yang memang diwajibkan. Dengan dimasukkannya Pramuka dalam kurikulum 2013 ini, kata pemilik Laboratorium Kesehatan itu, diharapkan secara perlahan karakter, nasionalisme dan sikap-sikap dasar bangsa Indonesia, seperti gotong royong, saling menolong serta ramah tamah kembali tumbuh dan mampu membentuk karakter generasi muda yang lebih baik.

Sebab, katanya menegaskan, anak didik di sekolah tidak hanya diajari hal-hal yang bersifat akademik saja, tapi juga nonakademik yang mampu melahirkan manusia-manusia berkarakter dan mencintai Tanah Airnya.

            Oleh sebab itu sebenarnya pendidikan karakter ketika kita lihat dalam konteks pendidikan nasional sudah memberikan cukup banyak kontribusi, walaupun efek dari pendidikan karakter tersebut tidak dengan langsung terlihat. Namun pasti menambahkan result yang baik untuk kualitas pendidikan di Indonesia.

PENUTUP

·        Kesimpulan
Pendidikan karakter yakni pendidikan yang mengarahkan peserta didik untuk menjadi pribadi yang lebih peduli dengan lingkungannya serta mengetahui perannya untuk dirinya sendiri, orang lain, dan masyarakat. Maka, pendidikan karakter memang sarana yang tepat untuk menumbuhkan bibit-bibit unggul pembangun bangsa, atau seperti yang sudah diterapkan yakni kegiatan wajib Pramuka.

·        Saran
Pendidikan karakter perlu diiringi dengan pembekalan yang cukup, sehingga proses dari pendidikan karakter ini tidak bisa lepas dari peran gru, orang tua, dan lingkungan si peserta didik.