PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KONTEKS
PENDIDIKAN NASIONAL
Disusun oleh:
Triesya
Maya Ade Putri
KATA PENGANTAR
Puji syukur Saya panjatkan kepada Allah S.W.T karena telah
melimpahkan hidayahnya untuk kita semua, dan dengan itu pula Saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Selain itu Saya ucapkan terima kasih kepada Ibunda
dan keluarga Saya yang
senantiasa memberikan motivasi, juga dukungan baik moriil maupun materiil, terima
kasih pula kepada Dr. Awaluddin Tjalla selaku dosen mata kuliah “Pengantar Ilmu Pendidikan” yang
dengan sabarnya menuntun dan menutupi bagian-bagian yang rancu didalam makalah
ini, dan tak lupa pula kepada teman-teman yang setia membantu dengan memberikan
ide, kritikan serta sarannya yang membangun guna memperkaya makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan atau
kesalahan-kesalahan dibeberapa bagian maka, dengan untuk itu Saya memerlukan
kritik serta saran dari pembaca guna memperkaya makalah ini.
Akhirnya Saya sebagai penulis makalah “Pendidikan Karakter Dalam Konteks Pendidikan Nasional” mengucapkan
terima kasih, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Jakarta, Oktober 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, dengan berbagai
persoalan yang dihadapi oleh bangsa kita dewasa ini makin mendorong semangat
dan upaya pemerintah untuk memprioritaskan pendidikan karakter sebagai dasar
pembangunan pendidikan. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di mana Pemerintah
menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas
pembangunan nasional.
Balitbang Kemendiknas telah
menyusun grand design pendidikan karakter (2010), dimana dijelaskan
bahwa secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri
individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif,
afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural
(dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Setelah melakukan penelitian yang
panjang, Balitbang Kemendiknas (2010:7) telah menetapkan nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari
sumber-sumber berikut yaitu agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
nasional. Dan seperti yang kita ketahui pendidikan karakter, yang kita
bicarakan sesungguhnya adalah sebuah proses penanaman nilai yang sering kali
dipahami secara sempit, hanya terbatas pada ruang kelas, dan sering kali
pendekatan ini tidak didasari prinsip pedagogi pendidikan yang kokoh.
Sehingga apakah pedidikan karakter
tersebut memiliki peran serta yang tepat pada pendidikan nasional? Akan kita
bahas pada bab selanjutnya yakni pembahasan.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas,maka secara
umum rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter?
2.
Apa sajakah sembilan pilar pendidikan karakter?
3. Mengapa
pendidikan karakter itu penting?
4. Bagaimana
andil pendidikan karakter didalam kurikulum 2013?
1.3
Tujuan
Tujuan dalam pembahasan makalah ini, yang berjudul “Pendidikan
Karakter Dalam Konteks Pendidikan Nasional” berdasarkan rumusan masalah di atas, adalah untuk membahas
hal-hal yang sesuai dengan permasalahan yang diajukan antara lain :
1.
Untuk mengetahui pengertian Pendidikan Karakter dan Pendidikan Nasional
2.
Untuk mengetahui ruang lingkup Pendidikan Karakter
3.
Untuk mengetahui pentingnya Pendidikan Karakter
4. Untuk mengetahui perkembangan
Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Nasional
BAB
II
PEMBAHASAN
Pendidikan karakter bukan merupakan hal yang baru sekarang.penanamannilai-nilai
sebagai sebuah karakteristik seseorang sudah berlangsung sejak dahulu kala. Akan
tetapi, seiring dengan perubahan zaman, agaknya menuntut adanya penanaman
kembali nilai-nilai tersebut ke dalam sebuah wadah kegiatan pendidikan di
setiap pengajaran.
Penanaman nilai-nilai tersebut dimasukkan (embeded)
ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran dengan maksud agar dapat tercapai
sebuah karakter yang selama ini semakin memudar. Setiap mata palajaran
mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan ditanamkan dalam diri anak didik.
Hal ini disebabkan oleh adanya keutamaan fokus dari tiap mapel yang tentunya
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
Alih-alih
pendidikan karakter ini akan masuk kedalam kurikulum 2013 yang sudah mulai
diterapkan, hal ini menuai pro dan kontra. Pendidikan karakter hanya akan
menjadi sekadar wacana jika tidak dipahami secara lebih utuh dan menyeluruh
dalam konteks pendidikan nasional kita. Bahkan, pendidikan karakter yang
dipahami secara parsial dan tidak tepat sasaran justru malah bersifat
kontraproduktif bagi pembentukan karakter anak didik.
Pendekatan
parsial yang tidak didasari pendekatan pedagogi yang kokoh alih-alih menanamkan
nilai-nilai keutamaan dalam diri anak, malah menjerumuskan mereka pada perilaku
kurang bermoral. Selama ini, jika kita berbicara tentang pendidikan karakter,
yang kita bicarakan sesungguhnya adalah sebuah proses penanaman nilai yang
sering kali dipahami secara sempit, hanya terbatas pada ruang kelas, dan sering
kali pendekatan ini tidak didasari prinsip pedagogi pendidikan yang kokoh.
Sebagai contoh,
untuk menanamkan nilai kejujuran, banyak sekolah beramai- ramai membuat kantin
kejujuran. Di sini, anak diajak untuk jujur dalam membeli dan membayar barang
yang dibeli tanpa ada yang mengontrolnya.
Dengan praksis
ini diharapkan anak-anak kita akan menghayati nilai kejujuran dalam hidup
mereka. Namun, sayang, gagasan yang tampaknya relevan dalam mengembangkan nilai
kejujuran ini mengabaikan prinsip dasar pedagogi pendidikan berupa kedisiplinan
sosial yang mampu mengarahkan dan membentuk pribadi anak didik.
Alih-alih
mendidik anak menjadi jujur, di banyak tempat anak yang baik malah tergoda
menjadi pencuri dan kantin kejujuran malah bangkrut. Ini terjadi karena kultur
kejujuran yang ingin dibentuk tidak disertai dengan pembangunan perangkat
sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan bersama. Tiap orang bisa tergoda menjadi
pencuri jika ada kesempatan.
Nah,
pendidikan karakter sebagai pendidikan dasar yang mampu mengarahkan dan
membentuk peserta didik menjadi siswa-siswi yang baik tentulah memiliki
karakteristik. Berikut adalah Sembilan pilar pendidikan karakter di Indonesia
yakni:
1.
Responsibility (tanggung jawab).
2. Respect (rasa hormat).
3. Fairness (keadilan).
4. Courage (keberanian).
5. Honesty (kejujuran).
6. Citizenship (kewarganegaraan).
7. Self-dicipline (disiplin diri).
8. Caring (peduli).
9. Perseverance (ketekunan).
Kemudian
Pendidikan karakter jika ingin efektif dan utuh mesti menyertakan tiga
basis desain dalam pemrogramannya. Tanpa tiga basis itu, program pendidikan
karakter di sekolah hanya menjadi wacana semata.
Pertama, desain
pendidikan karakter berbasis kelas. Desain ini berbasis pada relasi guru
sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar di dalam kelas. Konteks
pendidikan karakter adalah proses relasional komunitas kelas dalam konteks
pembelajaran. Relasi guru-pembelajar bukan monolog, melainkan dialog dengan
banyak arah sebab komunitas kelas terdiri dari guru dan siswa yang sama-sama
berinteraksi dengan materi. Memberikan pemahaman dan pengertian akan keutamaan
yang benar terjadi dalam konteks pengajaran ini, termasuk di dalamnya pula
adalah ranah noninstruksional, seperti manajemen kelas, konsensus kelas, dan
lain-lain, yang membantu terciptanya suasana belajar yang nyaman.
Kedua, desain
pendidikan karakter berbasis kultur sekolah. Desain ini mencoba membangun
kultur sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata
sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa.
Untuk menanamkan
nilai kejujuran tidak cukup hanya dengan memberikan pesan-pesan moral kepada
anak didik. Pesan moral ini mesti diperkuat dengan penciptaan kultur kejujuran
melalui pembuatan tata peraturan sekolah yang tegas dan konsisten terhadap
setiap perilaku ketidakjujuran.
Ketiga, desain
pendidikan karakter berbasis komunitas. Dalam mendidik, komunitas sekolah tidak
berjuang sendirian. Masyarakat di luar lembaga pendidikan, seperti keluarga,
masyarakat umum, dan negara, juga memiliki tanggung jawab moral untuk
mengintegrasikan pembentukan karakter dalam konteks kehidupan mereka. Ketika
lembaga negara lemah dalam penegakan hukum, ketika mereka yang bersalah tidak
pernah mendapatkan sanksi yang setimpal, negara telah mendidik masyarakatnya
untuk menjadi manusia yang tidak menghargai makna tatanan sosial bersama.
Pendidikan
karakter hanya akan bisa efektif jika tiga desain pendidikan karakter ini
dilaksanakan secara simultan dan sinergis. Tanpanya, pendidikan kita hanya akan
bersifat parsial, inkonsisten, dan tidak efektif.
Itulah mengapa
pendidikan karakter ini sebenarnya adalah langkah awal untuk Indonesia
memproduksi bibit-bibit unggul pemuda yang tangguh dan mencintai negerinya.
Pada kurikulum 2013 yang sudah berjalan, pemerintah memasukkan kegiatan Pramuka
ke dalam kurikulum ekstra yang wajib diadakan di sekolah dalam rangka penguatan
karakter siswa.
Menurut pembina kwarcab
Pramuka Kota Malang Oetodjo Sardjito, Pramuka merupakan salah satu wahana pembentukan
karakter siswa karena dalam Pramuka siswa dilatih akan kepemimpinan, kerja
sama, solidaritas, mandiri, dan keberanian.
Hal ini sebagai
penyeimbang kegiatan pembelajaran dalam kurikulum formal yang lebih
berorientasi pada ranah kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (ketrampilan).
"Kegiatan Pramuka ini akan mampu membangun kecerdasan siswa pada ranah
afeksi (sikap dan perilaku), sehingga siswa akan mampu mengembangkan
karakternya secara positif," tegas mantan Wakil Ketua DPRD Kota Malang
tersebut.
Hanya saja, katanya,
akhir-akhir ini Pramuka tidak lagi diminati oleh anak-anak muda, bahkan di
sekolah pun peminatnya juga sangat minim, kecuali di SD yang memang diwajibkan.
Dengan dimasukkannya Pramuka dalam kurikulum 2013 ini, kata pemilik Laboratorium
Kesehatan itu, diharapkan secara perlahan karakter, nasionalisme dan
sikap-sikap dasar bangsa Indonesia, seperti gotong royong, saling menolong
serta ramah tamah kembali tumbuh dan mampu membentuk karakter generasi muda
yang lebih baik.
Sebab, katanya
menegaskan, anak didik di sekolah tidak hanya diajari hal-hal yang bersifat
akademik saja, tapi juga nonakademik yang mampu melahirkan manusia-manusia
berkarakter dan mencintai Tanah Airnya.
Oleh
sebab itu sebenarnya pendidikan karakter ketika kita lihat dalam konteks
pendidikan nasional sudah memberikan cukup banyak kontribusi, walaupun efek
dari pendidikan karakter tersebut tidak dengan langsung terlihat. Namun pasti
menambahkan result yang baik untuk kualitas pendidikan di Indonesia.
PENUTUP
·
Kesimpulan
Pendidikan karakter yakni
pendidikan yang mengarahkan peserta didik untuk menjadi pribadi yang lebih
peduli dengan lingkungannya serta mengetahui perannya untuk dirinya sendiri,
orang lain, dan masyarakat. Maka, pendidikan karakter memang sarana yang tepat
untuk menumbuhkan bibit-bibit unggul pembangun bangsa, atau seperti yang sudah
diterapkan yakni kegiatan wajib Pramuka.
·
Saran
Pendidikan karakter perlu diiringi
dengan pembekalan yang cukup, sehingga proses dari pendidikan karakter ini
tidak bisa lepas dari peran gru, orang tua, dan lingkungan si peserta didik.